9 Desember 2016

Ziarah Rohani ke Oasis Sungai Kerit

JUMAT 09 Desember 2016 Pukul 21.00 Wib kami melakukan perjalanan ke Purwokerto bersama dengan warga Lingkungan Santo Sebastianus dalam rangka Ziarah Rohani ke Pertapaan Awam Oasis Sungai Kerit di Melung, Purwokerto yang dilaksanakan dari tanggal 09 s.d. 11 Desember 2016. Selama di Pertapaan Awam Oasis Sungai Kerit kami mengikuti Misa yang dipimpin oleh Romo Maxi, serta melakukan meditasi penyerahan diri kepada Allah pencipta alam semesta. Meditasi ini sangat bermanfaat bagi kami dan warga Lingkungan Santo Sebastianus lainnya untuk tetap setia dalam iman kepada Yesus Kristus dan menemukan hikmat dari Allah, sehingga semakin bijak dalam hidup kami. Amin.





27 November 2016

Jimi Hendrix, Kisah Tragis Legenda Gitaris Amerika


Jimi Hendrix adalah gitaris, penyanyi, dan penulis lagu rock Amerika.

Dia memenangkan berbagai penghargaan atas kontribusinya pada musik rock, baik selama hidupnya dan setelah kematiannya pada usia 27 tahun.

Dengan gaya unik yang mengkombinasikan rock and roll, blues dan funk, Jimi Hendrix menjadi salah satu musisi paling berpengaruh dalam sejarah rock and roll dengan keterampilan bermain gitarnya yang legendaris.


Kelahiran dan Masa Kecil

Jimi Hendrix lahir sebagai Johnny Allen Hendrix pada tanggal 27 November 1942 di Seattle, Washington.

Ayahnya sedang bertugas di sebuah kamp Angkatan Darat Amerika Serikat di Oklahoma ketika dia dilahirkan.

Ketika pulang, ayahnya mengubah nama anaknya menjadi James Marshall Hendrix.

Kehidupan keluarga Jimi tidak stabil. Keluarganya miskin sehingga dia sering dikirim untuk tinggal dengan anggota keluarga lain atau teman-teman.

Salah satu dari kedua saudara laki-lakinya cacat dan dibesarkan oleh negara, dengan kedua saudara perempuannya juga cacat dan diserahkan untuk diadopsi.

Orang tua Hendrix bercerai pada tahun 1952 dan ibunya meninggal enam tahun kemudian.

Sekitar waktu itu, Jimi membeli gitar pertamanya dan mulai berlatih dengan tekun. Ayahnya memberinya gitar listrik pertama pada tahun berikutnya.


Awal Karir

Band pertama Jimi Hendrix adalah The Velvetones diikuti dengan The Rocking Kings.

Setelah putus SMA, dia terlibat masalah hukum karena mengendarai mobil curian. Sebagai alternatif ke penjara, dia diizinkan bergabung dengan Angkatan Darat AS.

Dia terdaftar pada tanggal 31 Mei 1961 dan keluar satu tahun kemudian. Di masa itu Hendrix bertemu gitaris bass, Billy Cox, dan terus menjalin hubungan pribadi dan profesional selama sisa hidupnya.

Setelah meninggalkan Angkatan Darat, Hendrix dan Cox pindah ke Clarksville, Tennessee, dan membentuk band bernama The King Casuals dan bermain di seluruh wilayah Selatan Amerika selama sekitar dua tahun.

Pengalaman Hendrix di Selatan memungkinkan dia mengembangkan gaya pribadinya, meskipun sulit untuk mencari nafkah.

Dia pindah ke New York pada tahun 1964. Sementara di sana, dia memenangkan hadiah pertama dalam kontes amatir di The Apollo Theater dan bergabung dengan tur nasional Isley Brothers’.

Hendrix bermain sebagai cadangan untuk Little Richard pada tahun 1965, tetapi karena tidak cocok mereka segera bubar.

Sepanjang tahun 1965 dan 1966, Hendrix bermain di beberapa band sebelum membentuk band sendiri, Jimmy James dan The Blue Flames.

Pada tahun yang sama, dia juga mendirikan band paling pentingnya, The Jimi Hendrix Experience, dengan bantuan produser Inggris, Chas Chandler.

Para anggota band awal adalah Hendrix dan musisi Inggris Noel Redding dan Mitch Mitchell.


The Jimi Hendrix Experience

Hendrix tampil dan merekam musiknya yang paling berpengaruh bersama dengan The Jimi Hendrix Experience.

Band ini merilis empat album studio, Are You Experienced and Axis: Bold as Love pada tahun 1967, Electric Ladyland pada tahun 1968, dan The Cry of Love pada tahun 1971 setelah kematian Hendrix.

Keempat album ini berhasil masuk lima besar di tangga lagu Inggris dan Amerika Serikat, dengan Electric Ladyland menjadi no.1 di AS.

Setelah mencapai ketenaran di Inggris, The Jimi Hendrix Experience memenangkan lebih banyak penggemar di Amerika melalui pertunjukan di Monterey International Pop Festival di Monterey, California, pada tahun 1967.

Hendrix pada saat itu menghancurkan dan membakar gitarnya di akhir sesi, peristiwa yang diabadikan dalam film dokumenter Monterey Pop.

Band ini selanjutnya melakukan tur Eropa, tapi Redding meninggalkan kelompok ini pada bulan Juni 1969 dan digantikan oleh Cox.


Proyek Lainnya

Meskipun Cox telah bermain dengan Hendrix sejak April 1969, The Jimi Hendrix Experience sempat vakum sampai tahun 1970.

Di waktu vakum tersebut, Hendrix memiliki dua proyek singkat, satu disebut Gypsy Sun and Rainbows dan yang lainnya disebut Band of Gypsys.

Dengan yang pertama, dia melakukan salah satu pertunjukan paling ikonik di Woodstock pada tanggal 18 Agustus 1969.

Pertunjukan solonya, versi improvisasi dari The Star-Spangled Banner (lagu kebangsaan AS) adalah salah satu momen besar dalam karirnya.

The Jimi Hendrix Experience bersatu kembali untuk tur Cry of Love pada tahun 1970, dengan Cox tetap mengganti Redding.

Band ini sukses melakukan 30 tur di AS. Setelah itu mereka melakukan tur singkat di Eropa.

Hendrix memainkan konser terakhirnya di Jerman pada tanggal 6 September 1970.


Kematian di Usia 27 tahun

Hendrix meninggal karena keracunan barbiturat dan menelan muntahannya sendiri pada tanggal 18 September 1970, dilaporkan setelah overdosis pil tidur.

Meskipun berakhir tragis pada usia 27 tahun, musik Hendrix terus mempengaruhi dan menginspirasi banyak musisi dan fans.

Pada tahun 1992, dia dianugerahi Grammy Lifetime Achievement Award dari The National Academy of Recording Arts & Sciences.

Sebuah album lagu yang belum pernah dirilis sebelumnya berjudul First Rays of the New Rising Sun, akhirnya dirilis pada tahun 1997.

14 Juli 2016

Revolusi Perancis


Revolusi Perancis (bahasa Perancis: Révolution française; 1789–1799), adalah suatu periode sosial radikal dan pergolakan politik di Perancis yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Perancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Monarki absolut yang telah memerintah Perancis selama berabad-abad runtuh dalam waktu tiga tahun. Rakyat Perancis mengalami transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat petani di perdesaan. Ide-ide lama yang berhubungan dengan tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan Gereja Katolik digulingkan secara tiba-tiba dan digantikan oleh prinsip-prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Ketakutan terhadap penggulingan menyebar pada monarki lainnya di seluruh Eropa, yang berupaya mengembalikan tradisi-tradisi monarki lama untuk mencegah pemberontakan rakyat. Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi terus terjadi selama dua abad berikutnya.

Di tengah-tengah krisis keuangan yang melanda Perancis, Louis XVI naik takhta pada tahun 1774. Pemerintahan Louis XVI yang tidak kompeten semakin menambah kebencian rakyat terhadap monarki. Didorong oleh sedang berkembangnya ide Pencerahan dan sentimen radikal, Revolusi Perancis pun dimulai pada tahun 1789 dengan diadakannya pertemuan Etats-Généraux pada bulan Mei. Tahun-tahun pertama Revolusi Perancis diawali dengan diproklamirkannya Sumpah Lapangan Tenis pada bulan Juni oleh Etats Ketiga, diikuti dengan serangan terhadap Bastille pada bulan Juli, Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara pada bulan Agustus, dan mars kaum wanita di Versailles yang memaksa istana kerajaan pindah kembali ke Paris pada bulan Oktober. Beberapa tahun kedepannya, Revolusi Perancis didominasi oleh perjuangan kaum liberal dan sayap kiri pendukung monarki yang berupaya menggagalkan reformasi.

Sebuah negara republik didirikan pada bulan Desember 1792 dan Raja Louis XVI dieksekusi setahun kemudian. Perang Revolusi Perancis dimulai pada tahun 1792 dan berakhir dengan kemenangan Perancis secara spektakuler. Perancis berhasil menaklukkan Semenanjung Italia, Negara-Negara Rendah, dan sebagian besar wilayah di sebelah barat Rhine – prestasi terbesar Perancis selama berabad-abad.

Secara internal, sentimen radikal Revolusi berpuncak pada naiknya kekuasaan Maximilien Robespierre, Jacobin, dan kediktatoran virtual oleh Komite Keamanan Publik selama Pemerintahan Teror dari tahun 1793 hingga 1794. Selama periode ini, antara 16.000 hingga 40.000 rakyat Perancis tewas. Setelah jatuhnya Jacobin dan pengeksekusian Robespierre, Direktori mengambilalih kendali negara pada 1795 hingga 1799, lalu ia digantikan oleh Konsulat di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte pada tahun 1799.

Revolusi Perancis telah menimbulkan dampak yang mendalam terhadap perkembangan sejarah Modern. Pertumbuhan republik dan demokrasi liberal, menyebarnya sekularisme, perkembangan ideologi modern, dan penemuan gagasan perang total adalah beberapa warisan Revolusi Perancis. Peristiwa berikutnya yang juga terkait dengan Revolusi ini adalah Perang Napoleon, dua peristiwa restorasi monarki terpisah; Restorasi Bourbon dan Monarki Juli, serta dua revolusi lainnya pada tahun 1834 dan 1848 yang melahirkan Perancis modern.

Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa sebab utama Revolusi Perancis adalah ketidakpuasan terhadap Ancien Régime. Lebih khusus, para sejarawan juga menekankan adanya konflik kelas dari perspektif Marxis; hal yang umum terjadi pada akhir abad ke-19. Perekonomian yang tidak sehat, panen yang buruk, kenaikan harga pangan, dan sistem transportasi yang tidak memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap pemerintah. Rentetan peristiwa yang mengarah ke revolusi dipicu oleh kebangkrutan pemerintah karena sistem pajak yang buruk dan utang yang besar akibat keterlibatan Perancis dalam berbagai perang besar. Upaya Perancis dalam menantang Inggris – kekuatan militer utama di dunia pada saat itu – dalam Perang Tujuh Tahun berakhir dengan bencana, menyebabkan hilangnya jajahan Perancis di Amerika Utara dan hancurnya Angkatan Laut Perancis. Tentara Perancis dibangun kembali dan kemudian berhasil menang dalam Perang Revolusi Amerika, namun perang ini sangat mahal dan secara khusus tidak menghasilkan keuntungan yang nyata bagi Perancis. Sistem keuangan Perancis terpuruk dan kerajaan tidak mampu menangani utang negara yang besar. Karena dihadapkan pada krisis keuangan ini, raja lalu memanggil Majelis Bangsawan pada tahun 1787, pertama kalinya selama lebih dari satu abad.

Sementara itu, keluarga kerajaan hidup nyaman di Versailles dan terkesan acuh tak acuh terhadap krisis yang semakin meningkat. Meskipun secara teori pemerintahan Raja Louis XVI berbentuk monarki absolut, namun dalam praktiknya ia sering ragu-ragu dan akan mundur jika menghadapi oposisi yang kuat. Louis XVI memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah, namun lawannya di parlement berhasil menggagalkan upayanya untuk memberlakukan reformasi yang lebih luas. Penentang kebijakan Louis semakin banyak dan berupaya menjatuhkan kerajaan dengan berbagai cara, misalnya dengan membagikan pamflet yang melaporkan informasi palsu dan dilebih-lebihkan untuk mengkritik pemerintah dan aparatnya, yang semakin memperkuat opini publik dalam melawan monarki.

Faktor lainnya yang dianggap sebagai penyebab Revolusi Perancis adalah kebencian terhadap pemerintah, yang muncul seiring dengan berkembangnya cita-cita Pencerahan. Ini termasuk kebencian terhadap absolutisme kerajaan; kebencian oleh masyarakat petani, buruh, dan kaum borjuis terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki oleh kaum bangsawan; kebencian terhadap Gereja Katolik atas pengaruhnya dalam kebijakan publik dan di lembaga-lembaga negara; keinginan untuk memperjuangkan kebebasan beragama; kebencian para pendeta perdesaan miskin terhadap uskup aristokrat; keinginan untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik, ekonomi, serta (khususnya saat Revolusi berlangsung) republikanisme; kebencian terhadap Ratu Marie Antoinette, yang dituduh sebagai seorang pemboros dan mata-mata Austria; serta kemarahan terhadap Raja karena memecat bendahara keuangan Jacques Necker, salah satu orang yang dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.

Necker semakin dimusuhi oleh keluarga kerajaan Perancis karena dianggap memanipulasi opini publik secara terang-terangan. Ratu Marie Antoinette, adik Raja Comte d'Artois, dan anggota konservatif lainnya dari dewan privy mendesak Raja agar memecat Necker sebagai penasihat keuangan. Pada 11 Juli 1789, setelah Necker menerbitkan laporan keuangan pemerintah kepada publik, Raja memecatnya, dan segera merestrukturisasi kementerian keuangan tidak lama berselang.

Kebanyakan warga Paris menganggap bahwa tindakan Louis secara tak langsung ditujukan pada Majelis dan segera memulai pemberontakan terbuka setelah mereka mendengar kabar tersebut pada keesokan harinya. Mereka juga khawatir terhadap banyaknya tentara – kebanyakan tentara asing – yang ditugaskan untuk menutup Majelis Konstituante Nasional. Dalam sebuah pertemuan di Versailles, Majelis bersidang secara non-stop untuk berjaga-jaga jika nanti tempat pertemuan digusur secara tiba-tiba. Paris dengan cepat dipenuhi oleh berbagai kerusuhan, kekacauan, dan penjarahan. Massa juga mendapat dukungan dari beberapa Garda Perancis yang dipersenjatai dan dilatih sebagai tentara.

Pada tanggal 14 Juli, para pemberontak mengincar sejumlah besar senjata dan amunisi di benteng dan penjara Bastille, yang juga dianggap sebagai simbol kekuasaan monarki. Setelah beberapa jam pertempuran, benteng jatuh ke tangan pemberontak pada sore harinya. Meskipun terjadi gencatan senjata untuk mencegah pembantaian massal, Gubernur Marquis Bernard de Launay dipukuli, ditusuk, dan dipenggal, kepalanya diletakkan di ujung tombak dan diarak ke sekeliling kota. Walaupun hanya menahan tujuh tahanan (empat pencuri, dua bangsawan yang ditahan karena tindakan tak bermoral, dan seorang tersangka pembunuhan), Bastille telah menjadi simbol kebencian terhadap Ancien Régime. Di Hôtel de Ville (balai kota), massa menuduh prévôt des marchands (setara dengan wali kota) Jacques de Flesselles sebagai pengkhianat, dan membantainya.

Raja Louis yang khawatir dengan tindak kekerasan terhadapnya mundur untuk sementara waktu. Marquis de la Fayette mengambilalih komando Garda Nasional di Paris. Jean-Sylvain Bailly, presiden Majelis pada saat Sumpah Lapangan Tenis, menjadi wali kota di bawah struktur pemerintahan baru yang dikenal dengan komune. Raja mengunjungi Paris pada tanggal 17 Juli dan menerima sebuah simpul pita triwarna, diiringi dengan teriakan Vive la Nation ("Hidup Bangsa") dan Vive le Roi ("Hidup Raja").

Necker kembali menduduki jabatannya, namun kejayaannya berumur pendek. Necker memang seorang ahli keuangan yang cerdik, namun sebagai politisi, ia kurang terampil. Necker dengan cepat kehilangan dukungan rakyat setelah menuntut amnesti umum.

Setelah kemenangan Majelis, situasi di Perancis masih tetap memburuk. Kekerasan dan penjarahan terjadi di seantero negeri. Kaum bangsawan yang mengkhawatirkan keselamatan mereka berbondong-bondong pindah ke negara tetangga. Dari negara-negara tersebut, para émigré ini mendanai kelompok-kelompok kontra-revolusi di Perancis dan mendesak monarki asing untuk memberikan dukungan pada kontra-revolusi.

Pada akhir Juli, semangat kedaulatan rakyat telah menyebar di seluruh Perancis. Di daerah pedesaan, rakyat jelata mulai membentuk milisi dan mempersenjatai diri melawan invasi asing: beberapa di antaranya menyerang châteaux kaum bangsawan sebagai bagian dari pemberontakan agraria umum yang dikenal dengan "la Grande Peur" ("Ketakutan Besar"). Selain itu, rumor liar dan paranoia kolektif menyebabkan meluasnya kerusuhan dan kekacauan sipil yang berkontribusi terhadap runtuhnya hukum dan kacaunya ketertiban.

Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Konstituante Nasional menghapuskan feodalisme (meskipun pada saat itu telah terjadi pemberontakan petani yang hampir mengakhiri feodalisme). Keputusan ini dituangkan dalam dokumen yang dikenal dengan Dekret Agustus, yang menghapuskan seluruh hak istimewa kaum Estate Kedua dan hak dîme (menerima zakat) yang dimiliki oleh Estate Pertama. Hanya dalam waktu beberapa jam, bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak-hak istimewanya.

Pada tanggal 26 Agustus 1789, Majelis menerbitkan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara, yang memuat pernyataan prinsip, bukannya konstitusi dengan efek hukum. Majelis Konstituante Nasional tidak hanya berfungsi sebagai legislatif, namun juga sebagai badan untuk menyusun konstitusi baru.

Necker, Mounier, Lally-Tollendal dan yang lainnya tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan senat, yang keanggotaannya ditunjuk oleh Raja dan dicalonkan oleh rakyat. Sebagian besar bangsawan mengusulkan agar majelis tinggi dipilih oleh kaum bangsawan. Sidang segera dilakukan pada hari itu, yaang memutuskan bahwa Perancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Kekuasaan Raja terbatas hanya untuk "menangguhkan veto"; ia bisa menunda implementasi undang-undang, namun tidak bisa membatalkannya. Pada akhirnya, Majelis menggantikan provinsi bersejarah di Perancis dengan 83 départements, yang dikelola secara seragam menurut daerah dan jumlah penduduk.

Di tengah kegiatan Majelis yang disibukkan dengan urusan konstitusional, krisis keuangan terus berlanjut, sebagian besarnya belum terselesaikan, dan defisit negara semakin meningkat. Honoré Mirabeau kemudian memimpin gerakan untuk mengatasi permasalahan ini, dan Majelis memberi Necker hak penuh untuk mengelola keuangan negara.

14 Mei 2016

Graduation Day Anak Gadisku

Setelah kurang lebih 3 (tiga) tahun menekuni pelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya di SMA Bunda Hati Kudus Kota Wisata, Gunung Putri - Bogor, tibalah saatnya pada hari Sabtu tanggal 14 Mei 2016 kelulusannya dirayakan di Aula SMA Bunda Hati Kudus Kota Wisata.

Tidak terasa waktu berlalu... anak gadis kesayangan papi telah menyelesaikan kewajibannya sebagai Pelajar, terima kasih sayang... semoga menjadi generasi muda yang inspiratif, kreatif, dan berakhlak mulia dalam membangun negri ini...

Proficiat...










10 Mei 2016

Garis Maginot Penyebab Kejatuhan Perancis di PD II


Garis Maginot adalah satu garisan kubu konkrit, penghalang tank, senjata api otomatis dan pertahanan lain yang dibangun oleh pihak Perancis sepanjang perbatasannya dengan Jerman dan Italia selepas Perang Dunia I. Secara umum istilah tersebut merujuk kepada keseluruhan sistem atau pertahanan yang menghadap ke Jerman sementara Garis Alpen bagi baris pertahanan Perancis-Italia. Pihak Perancis percaya bahwa kubu tersebut akan memberikan tenggang waktu lebih bagi angkatan bersenjata mereka sekiranya diserang dan mengimbangi kelemahan jumlah tentara. Keberhasilan dalam pertempuran pertahanan statis dalam Perang Dunia I merupakan pengaruh utama pemikiran pihak Perancis.

Pertahanan ini pada mulanya dirancang oleh Marshal Joffre. Dia ditentang oleh golongan modernis seperti Paul Reynaud dan Charles de Gaulle yang mendukung pertempuran modern dengan tank dan pesawat tempur. Joffre mendapat dukungan dari Pétain dan terdapat beberapa laporan dan komisi dianjurkan oleh pemerintah. Tetapi André Maginot-lah yang menyakinkan pemerintah untuk menggunakan sistem pertahanan ini. Maginot merupakan veteran Perang Dunia I yang menjadi Menteri Urusan Veteran Perancis dan Menteri Pertahanan (1922-1924; 1929-1930; 1931-1932).

Garis ini dibangun bertahap dari tahun 1930 oleh STG (Section Technique du Génie) serta oleh CORF (Commission d'Organisation des Régions Fortifiées). Pembangunan selesai pada 1935 dengan biaya sekitar 3 juta franc pada masa itu.

Spesifikasi pertahanan ini amat tinggi dengan kompleks kubu pertahanan bawah tanah (bunker) yang bersambung dengan meluas untuk beribu-ribu tentara, terdapat 108 benteng utama (ouvrages) setiap 15 kilometer, ouvrages kecil dan casement di antaranya dengan lebih 100 kilometer terowongan.

Kubu tersebut tidak melanjutkan Hutan Ardennes yang menurutnya "tak dapat ditembus dan dilewati" atau sepanjang perbatasan dengan Belgia kerana negara tersebut telah menandatangani persekutuan pada tahun 1920, di mana tentara Perancis diizinkan beroperasi di Belgia sekiranya tentara Jerman datang menginvasi atau menyerbu. Apabila Belgia membatalkan perjanjian tersebut pada tahun 1936 dan mendeklarasikan netralitas, Garis Maginot diperpanjang dengan segera sepanjang perbatasan Perancis-Belgia, tetapi tidak sekuat dengan Garis yang lain.

Terdapat pembangunan yang tergesa-gesa pada tahun 1939-1940 dengan peningkatan umum sepanjang Garisa Pertahanan. Akhir Garis Maginot (Maginot Linie) terkuat sekitar kawasan industri Metz, Lauter dan Alsace, sementara kawasan lain secara perbandingan tidak sekuat dengan kawasan itu.

Rencana serbuan Jerman pada Perang Dunia II 1940 (Sichelschnitt) disusun untuk menangani Garis Maginot. Pasukan pengumpan ditempatkan berhadapan dengan kawasan itu di kawasan perbentengan yang dikenal dengan Garis Siegfroed yang sebenarnya tidak ada apa apanya dibandingkan dengan Garis Maginot. Pasukan lainnya menembus melalui Negara Rendah (Low Countries) Belgia dan Belanda dan Luxemburg, termasuk juga melintasi Hutan Ardennes yang terletak di utara pertahanan utama Perancis. Dengan itu, pasukan Nazi Jerman berhasil menghindari menyerang Garis Maginot secara langsung. Saat penyerbuan 10 Mei, tentara Jerman masuk ke dalam Perancis dalam tempo lima hari dan terus maju hingga 24 Mei, ketika mereka berhenti hampir mendekati Dunkirk atas perintah Adolf Hitler secara langsung kepada Jendral Heinz Guderian yang memimpin pasukan lapis baja yang menyerbu Perancis dengan menembus kawasan hutan Ardennes dari Sedan. Pada awal Juni tentara Jerman telah mengisolasi Garis pertahanan tersebut dari bagian lain Perancis dan pemerintah Perancis telah mulai mendiskusikan mengenai gencatan senjata, yang ditanda tangani pada 22 Juni 1940 di Compiègne. Tetapi Garis Maginot masih utuh dan dipimpin oleh beberapa komandan yang tetap bertahan; dan pergerakan pasukan Fasis Italia, yang juga ikut menyerang Perancis berhasil ditahan. Akhirnya Maxime Weygand menandatangani penyerahan dan pasukan tentara diperintahkan agar menyerah atau tidak memberikan perlawanan.

Ketika pasukan Sekutu melakukan serangan balik pada Juni 1944 Garis Maginot itu sekali lagi dilalui, dengan pertempuran hanya berada pada sebagian kubu dekat Metz dan di utara Alsace pada akhir tahun 1944.

Setelah perang, Garis Maginot kembali digunakan Perancis dan melalui beberapa modifikasi, serta pembangunan kembali, yang digunakan sebagai benteng dan bunker utama dalam menghadapi perang nuklir yang sewaktu waktu pecah antara NATO dengan Pakta Warsawa yang diyakini akan menjadikan kawasan Eropa sebagai medan tempur utama. Ketika Perancis menarik kekuatan militernya dari NATO (pada tahun 1966) konsep pertahanan Garis Maginot kemudian ditinggalkan. Dengan sikap independen Perancis terhadap perang dingin dan perang nuklir yang diambil oleh pemerintahan presiden Charles de Gaulle, serta keinginan Perancis sebagai kekuatan adikuasa berikutnya, seperti halnya Cina setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet maka pada tahun 1969 Garis Maginot ditinggalkan oleh pemerintah, dengan sebagian dari perbentengan ini serahkan kepada umum untuk dijadikan kawasan wisata sejarah dan sisanya dibiarkan hancur.

Istilah "Garis Maginot" telah digunakan sebagai metafora bagi "sesuatu yang amat diyakini, walaupun sebenarnya tidak boleh diharapkan". Sebenarnya, konsep pertahanan ini berhasil melaksanakan tujuan yang sesungguhnya , melindungi sebagian Perancis, dan memaksa musuh menghindarinya sebagaimana yang direncanakan. Garis Maginot merupakan sebagian dari rencana pertahanan Perancis yang lebih besar pada masa waktu itu, di mana musuh akhirnya akan bertemu dengan suatu pertahanan yang kuat oleh tentara Perancis, tetapi Perancis tidak melaksanakan bagian berikutnya, sehingga mendorong kepada hilangnya kelebihan Garis Maginot.

12 Februari 2016

Kajian Kinerja Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu dalam Pemilihan Gubernur, Bupati dan/atau Walikota

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dasar penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) diatur dalam Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menegaskan “Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”.

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi lagi atas daerah Kabupaten/Kota, yang masing-masing sebagai daerah otonomi memiliki Pemerintahan Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Daerah selaku kepala pemerintahan di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang merupakan lembaga eksekutif di daerah.

Negara Republik Indonesia dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menganut asas otonomi dan tugas pembantuan, sehingga kedudukan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) memegang peran penting dalam menentukan suatu keputusan publik.

Agar keputusan publik di dukung oleh masyarakat dan berpihak kepada kepentingan publik, maka :

1. Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat, sehingga Kepala Daerah terpilih memiliki dukungan yang luas dari rakyat.

2. Perumusan kebijakan publik di susun secara partisipatif dan transparan.

3. Memiliki akuntabilitas publik yang jelas.

4. Adanya pengawasan dari masyarakat dan lembaga perwakilan rakyat.


Berdasarkan hal tersebut di atas, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dengan melaksanakan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat.

Sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dan demokrasi di wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara Pemilu mempunyai tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum serta ketentuan Pasal 49 ayat (10) dan Pasal 50 ayat (10) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.


B. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189).

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246).

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588).

5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589).

6. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengusulan dan Pengangkatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota.

7. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007.

8. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2010.

9. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 06 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota sebagaimana diubah dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2008.

10. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor ... Tahun 2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

11. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor ... Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.


II. Fakta

Akses calon perseorangan untuk dapat dipilih sebagai kepala daerah tanpa melalui jalur partai politik (parpol) merupakan titik balik dari keadaan selama ini, dimana masyarakat hanya dinilai memilih parpol atau gabungan parpol bukan individu beserta program-program yang ditawarkan.

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 5/PUU-V/2007 yang menyatakan tidak hanya parpol atau gabungan parpol saja yang dapat mengajukan calon kepala/wakil kepala daerah, tetapi membuka peluang bagi calon perseorangan untuk mengajukan diri tanpa melalui parpol atau gabungan parpol. Pengkultusan parpol sebagai “kendaraan” menuju pencalonan kepala daerah mulai menurun sehingga memberikan secercah harapan bagi penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Indonesia.

Sesuai ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota meliputi :

1. Menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

2. Mengkoordinasi dan memantau tahapan pemilihan.

3. Melakukan evaluasi penyelenggaraan pemilihan.

4. Menerima laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

5. Memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam melanjutkan tahapan pemilihan secara berjenjang.

6. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Selain tugas dan wewenang tersebut diatas, sesuai ketentuan Pasal 10 huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 salah satu kewajiban KPU adalah menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota kepada masyarakat.

Memperhatikan tugas, wewenang, dan kewajiban KPU diatas, terlihat bahwa KPU memiliki peran strategis terhadap kesuksesan penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Salah satu peran itu adalah penyusunan regulasi sebagai pedoman dalam mempertegas mekanisme penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Berkenaan dengan hal tersebut, tugas pokok dan fungsi Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu pada Bagian Administrasi Hukum Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPUyang sebelumnya melakukan kinerja sesuai tugas pokok dan fungsinya setiap 5 (lima) tahun sekali dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerahserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, tanggal 2 Oktober 2014, menjadi bertambah sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) yang menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak.


III. Kajian

1. Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu dapat berkoordinasi dengan Bagian Perundang-undangan Biro Hukum dan Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat Sekretariat Jenderal KPU dalam pembahasan dan penyusunan rancangan Peraturan KPU mengenai tata cara penelitian persyaratan calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Walikota, serta tata cara pelaksanaan kampanye. Terkait sumbangan dan pengeluaran dana kampanye calon Gubernur, Calon Bupati, dan calon Walikota Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu bekerjasama dengan Sub Bagian Administrasi Keuangan dan Dana Kampanye Peserta Pemilu dalam membahas dan menyusun regulasinya. Selain itu Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu dapat membantu Sub Bagian Verifikasi Parpol Peserta Pemilu dalam memverifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi Calon Pengganti yang diusulkan oleh Parpol atau Gabungan Parpol.

2. Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu melakukan koordinasi dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk memantau tahapan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilaksanakan secara serentak dengan melakukan supervisi dan monitoring ke KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kotaterkait verifikasi faktual dukungan calon perseorangan apabila dalam pelaksanaan penelitian administrasi ditemukan seseorang memberikan dukungan kepada lebih dari satu calon perseorangan dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota secara berjenjang.

3. Setelah menerima laporan hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, perlu dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pemilihan dimaksud agar setiap tahapan dapat diimplementasikan serta penerapan asas transparansi dan akuntabilitas penyelenggara Pemilu dapat berjalan dengan baik.


IV. Kesimpulan

Dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tanggal 2 Oktober 2014, posisi KPU sebagai penyelenggara pemilu sangat kuat dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya sebatas menyusun regulasi.

Sejalan dengan hal tersebut, sesuai Pasal 9 huruf b, KPU perlu melakukan koordinasi yang berkesinambungan dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam memantau setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang dilaksanakan secara serentak.

Berdasarkan hal tersebut diatas, peran Sub Bagian Verifikasi Perseorangan Peserta Pemilu menjadi penting dalam mensukseskan penyelenggaraan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam melanjutkan tahapan pemilihan secara berjenjang guna memfasilitasi pelaksanaan tugas KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.